‘Huftt sangat sakit,’
‘Harus sekuat apa hidup tanpa ke dua orang tua,’
‘Mau pergi menjauh dari gubuk ini pun aku tak sanggup, padahal orang tua ku pergi meninggalkan harta yang lumayan. Tapi mengapa begitu berat meninggalkannya?’
Air mata Nana semakin deras bahkan hidungnya pun sudah merah seperti orang sedang sakit, setiap hari Nana pasti seperti ini entahlah bagaimana nasibnya kedepannya. Hidup sendirian di gubuk kecil hingga beranjak dewasa itu hal yang tak mudah dan pastinya tidak membuat Nana mengenal dunia luar, kenapa tidak mengenal dunia luar? Karena Nana begitu takut meninggalkan gubuk kecil ini peninggalan paling berharga di hidupnya.
“Nana takut, Nana pingin bisa mengenal dunia luar,” tangis Nana begitu menyayat hati.
“Nana tau Nana egois ya allah,” sambungnya hingga Nana tak sadar menyenggol pisau membuat tangannya tergores begitu dalam.
“Aws sakit,” rintih Nana.
Darahnya begitu banyak yang keluar, Nana pun tidak tau harus seperti apa. Karena terlalu lama menangis dah darahnya di biarkan Nana terjatuh, jatuh tak sadarkan diri di lantai yang dingin dan kotor itu. Bagaimana nasib Nana? Apakah dia akan siuman nantinya atau akan tergeletak seperti itu. Sungguh malang nasib Nana umur belasan ia sudah di suguhkan keadaan seperti ini bahkan ia terjatuh pun tidak ada yang tahu, apalagi Nana pingsan dengan keadaan menangis pilu.
“Nana per–gi ya,” gumam Nana sebelum kesadarannya di renggut secara paksa.
Tangis ku menjadi saksi rasa sakit yang ku rasa. – Nana
Hidup ku memang begini, pergilah jika kau tak mau masuk di hidup ku. – Nana
Hanya sebuah gubuk kecil bukan rumah mewah yang sangat kelam. – Nana










