Menurut dia, peristiwa penganiayaan dan pembunuhan anak kandung ini merupakan puncak dari gangguan jiwa yang dialami terduga pelaku. Pemeriksaan yang dilakukan melalui beberapa tahap seperti pemeriksaan mental/kejiwaan dan pemeriksaan kepribadian ini, terduga pelaku sudah mengalami gangguan kepribadian sejak masih remaja.
“Tetapi saat remaja, terduga pelaku masih bisa mengendalikan gangguan kepribadiannya. Kami menyebutnya dengan istilah sublimasi, di mana saat mengalami gangguan jiwa, ia bisa mengaturnya untuk menjadi hal yang positif. Saat masih mampu mengendalikan gangguan itu, ia masih terlihat seperti orang normal,”lanjut dia.
Dia menyebutkan, berdasarkan teori dan praktik kedokteran, terduga pelaku bisa sembuh dari gangguan jiwa tersebut. Namun upaya penyembuhan ini membutuhkan waktu sampai bertahun-tahun.
Hal ini karena, gangguan jiwa yang dialami terduga pelaku sudah berlangsung cukup lama. Terduga pelaku saat masih kanak-kanak sering mendapatkan kekerasan verbal, kekerasan fisik, dan juga pelecehan yang ia simpan sendiri.
Dr. Gloria Immanuel menuturkan, terduga menyimpan kekerasan yang dialaminya itu sejak dulu dan disimpan sendiri. Saat pemeriksaan itu, ia menceritakan kejadian saat masa kecil. Pihaknya terus memeriksa dan jawabannya tetap sama, yaitu menceritakan kejadian saat masih kecil. Dia menyimpan terus dendam yang ada sejak masih kecil.
“Terkait dengan peristiwa pembunuhan dan penganiayaan yang dilakukan oleh terduga pelaku, itu terjadi lantaran terduga pelaku tidak menginginkan kejadian serupa menimpa pada anak-anaknya,”tandasnya. (Harviyanto)










